HUBUNGAN FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA 24-59 BULAN
DOI:
https://doi.org/10.35730/jk.v13i2.814Abstract
Kasus stunting atau anak bertubuh pendek semakin meluas di Sumatera Barat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) yang dilakukan setiap lima tahun, terdapat 15.025 balita berisiko stunting di Pasaman dan 23.435 balita di Pasaman Barat. Sementara menurut survei yang dilakukan Dinas Kesehatan Sumbar tahun 2017, terdapat 21,5 persen balita di Pasaman yang berisiko tumbuh dengan tubuh pendek. Sementara di Pasaman Barat, angkanya 19,1 persen.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis mendalam keterkaitan usia, kunjungan Antenatal Care, Paritas, Asi Ekslusif, Tingkat Pendidikan, Pendapatan terhadap kejadian stunting pada balita usia 24 -59 bulan di kabupaten Pasaman .
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif analitik dengan menggunakan desain case control. Penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif sebagai metode primer Populasi kasus adalah semua balita yang mengalami kasus stunting sebanyak 15025 dan jumlah sampel kasus 150 orang (Balita dengan stunting) dan sampel kontrol 150 orang (balita tidak stunting). Teknik pengambilan sampel, kasus dengan simple random sampling dan kontrol dengan purposive sampling (berdasarkan kelompok kasus). Data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner. Data kuantitatif dianalisis dengan uji chi-square . hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia, kunjungan Antenatal Care, Paritas, Asi Ekslusif, Tingkat Pendidikan dengan p Value > 0,05 dan ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting p <0,05 .sehingga dapat di simpulkn bahwa hanya satu faktor pendapatan yang mempunyi hubungan yang siknifikan dengan kejadian stunting. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada petugas kesehatan di kab pasaman untuk bisa memperbaiki sistem ekonomi agar bisa memperbaiki pendapatan masyarakat
References
Sulastri D. Faktor determinan kejadianstunting pada anak usia sekolah dikecamatan lubuk kilangan KotaPadang.J Kesehat-Maj KedoktAndalas. 2012;36(1):39–50
Safitri CA, Nindya TS. Hubunganketahanan pangan dan penyakit diaredengan stunting pada balita 13-48bulan di Kelurahan Manyar Sabrangan,Surabaya.J Amerta Nutr. 2017;1(2):52–61. doi:10.20473/amnt.v1i2.2017.52-61
Apoina K, Suhartono, Subagio HW,Budiyono, Emman IM. Kejadian stunting dan kematangan usia tulang pada anak usia sekolah dasar di daerah pertanian Kabupaten Brebes.J Kesehat Masy. 2016;11 (2) : 96 – 103 .doi :http :// dx. doi.org /10.15294/ kemas.v11i1.34624.
Sari EM, Juffrie M, Nurani N, SitaresmiMN. Asupan protein, kalsium danfosfor pada anak stunting dan tidakstunting usia 24-59 bulan.J Gizi KlinIndones. 2016;12(4):152–159.https://jurnal.ugm.ac.id/jgki%0AAsupan.
Aridiyah FO, Rohmawati N, RiriantyM. Faktor-faktor yangmempengaruhi kejadian stuntingpada anak balita di wilayahpedesaan dan perkotaan.e-JurnalPustaka Kesehat. 2015;3(1):163–170
Kementerian Kesehatan RI. Analisis situasi kesehatan berbasis siklus kehidupan. Lemb Pnb Balitbangkes.2013.
Trihono, Atmarita, Tjandrarini D, etal.Pendek (stunting) di Indonesia,masalah dan solusinya. Pertama.(Sudomo M, ed.). Jakarta: LembagaPenerbit Balitbangkes; 2015.www.litbang.depkes.go.id.
Atmarita. Masalah anak pendek diIndonesia dan implikasinya terhadapkemajuan negara.J Gizi Indones.2012;35(2).
Kesuma, R (2012) Dampak anak kurang Gizi , Diakses dari htttp://www.co/read/news/2012/09
Badan Pusat Statistik.2017.Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2017.Jakarta
Departemen kesehatan RI.2008.Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007
WHO.2014.WHO Global Nutrition Target : Stunting Policy Brief.Geneva